Fiqih
Jihad antara
Perang
dan Damai
Mata
Kuliah : Pendidikan Agama Islam/2 SKS
Dosen
Pengampu : Fadlullah, S.Ag, M.Si
Kelas
IA
Disusun
oleh :
Dinar
Nirmalasari
Dhita
Heti Herawati
Jaenudin
PENDIDIKAN
MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Melihat realitas yang ada sekarang
ini kian marak berita-berita di media yang mengupas tentang jihad/perang dan
terorisme. Ada yang melakukan tindakan teror mengatas namakan jihad tapi
sebaliknya ada juga yang jihad yang murni dipandang sebelah mata sebagai
tindakan terorisme .Lalu adapula yang menganggap bahwa jihad dalam konteks
peperangan saja.Dalam pembahasan antara jihad, perang dan terorisme ini, memang
terlalu luas untuk dikupas, sehingga kami hanya akan membahas bagaimana konsep
jihad yang sebenarnya .
JIHAD
diartikan sebagai "Perang Suci" .
Hal ini tidak dapat disalahkan , namun makna kata "Perang" disini sering dibaur-kan dengan
pengertian perang dalam arti fisik . Ini yang harus diluruskan, jihad dalam
bahasa Arab bermakna "berjuang" atau "berusaha keras"
dalam konteks yang luas.
Adapun rumusan masalah dari
penyusunan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui pengertian jihad,
pengertian perang dan damai, pengertian jihad antara perang dan damai,
macam-macam jihad, hukum jihad, jihad dalam perspektif hukum islam,bagaimana
jihad pada zaman nabi, dan jihad pada zaman sekarang.
Penulisan karya ilmiah ini
bertujuan untuk membuka perspektif kaum
muslimin bahwasanya jihad memiliki artian yang luas dan mendalam. Umat Islam
seharusnya dapat melakukan jihad sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dalam ajaran
Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jihad
Jihad berasal dari akar kata
jahada, berarti bersungguh-sungguh. Dari akar kata ini membentuk tiga kata
kunci, yakni jihad (perjuangan dengan fisik), ijtihad (perjuangan dengan
nalar), dan mujahadah (perjuangan dengan kekuatan rohani).[1]
Jihad harus merupakan bagian yang
tak terpisahkan dengan kekuatan ijtihad dan mujahadah. Melihat arti dari
ketiga kata diatas , bahwa jihad adalah perjuangan yang di tujukan oleh diri
sendiri untuk mendekatkan hubungan diri dengan Allah swt, melawan hawa nafsu,
melawan setan untuk tidak mentaatinya, melawan orang-orang kafir dengan
menggunakan argumentasi tentang keyakinan dan keimanan menggunakan fisik, nalar
dan kekuatan rohani. Jihad
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan manusia yang bermartabat, bukannya
menyengsarakan, apalagi menyebabkan kematian orang-orang yang tak berdosa.
Sinergi antara jihad, ijtihad, dan mujahadah inilah yang selalu dicontohkan
Rasulullah.
1. Pengertian Perang
Perang adalah
sebuah aksi fisik dan non fisik (dalam arti sempit, adalah kondisi permusuhan
dengan menggunakan kekerasan) antara dua atau lebih kelompok manusiauntuk
melakukan dominasi
di wilayah yang dipertentangkan.[2] Namun begitu, al-Quran juga
menyatakan bahwa :
كتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خيرلكم
وعسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم والله يعلم و أنتم لاتعلمون
“Boleh jadi
dibalik sesuatu yang tidak disukai itu terdapat kebaikan yang tidak diketahui
manusia.Sebaliknya, boleh jadi pula sesuatu yang disenangi manusia ternyata
membawa petaka bagi hidup .”[3]
Karena itu peperangan hanya
dibolehkan dalam situasi yang sangat terpaksa. Hal ini menunjukkkan, bahwa
Islam sesuai dengan namanya adalah agama perdamaian dan berusaha membawa
manusia kedalam kedamaian, kesejahteraan kedalam rahmatnya. Kedamaian itu
tergantung kepada kesediaan manusia untuk tunduk dan taat kepada
ajaran-ajarannya yang tertuang kedalam Islam. Siapa saja yang menghadap kepadanya
dan mengharap petunjuknya lalu mengikuti perintahNya pasti akan diberkatiNya
dengan kedamaian, kebahagiaan dan kesempurnaan.
2.
Pengertian Damai
Damai memiliki banyak arti: Perdamaian dapat menunjuk ke
persetujuan mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah
periode di mana sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh.[4]
Jadi, damai dapat juga berarti sebuah keadaan tenang,
menggambarkan keadaan emosi dalam diri .Konsepsi damai setiap orang berbeda
sesuai dengan budaya dan lingkungan.Orang dengan budaya berbeda kadang-kadang
tidak setuju dengan arti dari kata tersebut, dan juga orang dalam suatu budaya
tertentu.
3. Pengertian
Jihad dalam Perang dan Damai
Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan jika terjadi fitnah yang
membahayakan eksistensi umat
(antara lain berupa serangan-serangan dari luar). Jihad tidak bisa dilaksanakan
kepada orang-orang yang tunduk kepada aturan Allah atau mengadakan perjanjian
damai maupun ketaatan.[5]
Umat Islam baru di izinkan berperang jika kaum yang diajak
masuk dalam Islam memerangi mereka.Jihad dalam bentuk perang tidak berlaku apabila
dihadapkan kepada orang-orang mukmin dan orang-orang yang bersedia diajak berdamai.
Hal ini menunjukkan bahwa islam menghendaki perang dalam rangka membimbing
manusia sekaligus membasmi kejahatan dan bukan untuk membantai atau
memusnahkan. Kontekstual jihad dalam perang harus disesuaikan dengan keadaan
yang berlaku, maka dari itu kita sebagai umat Islam harus memahami arti dalam
jihad itu sendiri agar tak salah ambil keputusan.
Ibnu
Taimiyah menyebutkan tiga syarat negara boleh melakukan perang:
Demi mempertahankan diri dari agresi
lawan
Demi memperbaiki kedzaliman
Demi menggagalkan tindakan subversive yang bermaksud untuk memecah belah
umat islam dan menebrakan fitnah dikalangan mereka.
Abu Hanifah juga
berpendapat yang sama bahwa jihad adalah
kewajiban bagi setiap muslim, namun umat Islam tidak diharuskan untuk berperang
jika tidak bersifat perlu.[6]
Maka dari itu konsep jihad dalam perang dan damai seharusnya
menekankan pada aspek-aspek yang mempengaruhinya. Dimana kita sebagai sebuah umat
yang mencintai perdamaian sebisa mungkin meminimalisir adanya peperangan atas
nama jihad. Kita harus lebih kritis dalam menanggapi persoalan-persoalan yang
rancu dalam konseptual keagamaan .Kita dituntut menjadi orang-orang yang
seharusnya menggunakan nalar berpikir kita dalam menghadapi suatu masalah.
Jihad dalam damai ialah jihad dengan tujuan untuk kebaikan
dan perbaikan kaum mukminin dalam aqidah, akhlak, adab (prilaku) dan seluruh
perkara dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka, baik ilmiah dan
amaliah.[7]
Maka dari itu berperan aktif dalam suatu konferensi
perdamaian antara kaum muslimin dengan kaum nonmuslim, berdakwah juga merupakan
jihad dan dalam perbaikan kulaitas kaum
muslim seperti menuntut ilmu pengetahuan, memperbaiki diri lebih baik lagi,
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi diri dari laranganNya merupakan jihad
.
B. Macam-macam Jihad
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
menjelaskan bahwa jenis jihad ditinjau dari obyeknya, memiliki empat martabat,
yaitu: [8]
1. Jihad memerangi nafsu (Jihâdun Nafs)
Rasulullah shollallâhu
‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam bersabda :[9]
لْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ
“Seorang mujahid adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah.”
“Seorang mujahid adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah.”
Jihad
memerangi hawa nafsu merupakan jihad dalam bentuk ketaatan kepada Allah dan menjauhi
larangannya, memerangi jiwa dengan cara menuntut ilmu dan memahami agama Islam,
memahami al Qur`an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman.
2. Jihad memerangi setan (Jihâdusy
Syaithôn)
Allah berfirman dalam Al-Qur’an :[10]
“Sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh bagi kalian, maka jadikanlah ia sebagai musuh
(kalian), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya
supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.”
Lalu
jihad memerangi setan merupakan perlawanan diri kita terhadap godaan-godaan
syetan yang akan merusakan iman dan melawan keinginan buruk yang akan merugikan
diri sendiri dan orang lain.
3. Jihad memerangi orang kafir dan munafik
(Jihâdul Kuffâr wal Munâfiqîn)
Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman :[11]
“Hai
Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan
itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”
Jihad
memerangi orang kafir dan munafik disini ialah memerangi mereka secara hati,
lisan, harta dan jiwa .Secara hati ialah tidak memberikan loyalitas ataupun kecintaan terhadap mereka.
Secara lisan ialah menjelaskan
kebenaran dan membantah kesesatan serta kebatilan-kebatilan mereka.Secara harta adalah menafkahkan harta di jalan Allah
dalam perkara jihad perang atau dakwah, serta menolong dan membantu kaum
Muslimin. Secara jiwa adalah memerangi mereka dengan tangan dan senjata sampai
mereka masuk Islam atau kalah.Keempat komponen itu akan membentuk
sebuah kekuatan dalam diri kita agar senantiasa berpegang teguh pada agama
Allah.
4. Jihad memerangi orang zholim, ahli bid’ah, dan pelaku kemungkaran (Jihâd
Arbâbuzh Zholmi wal Bida’ wal Munkarât)
Rasulullâh shollallâhu
‘alahi wa sallam bersabda:[12]
“Siapa di antara kalian yang
melihat suatu kemungkaran, maka hendakkah dia mengubah dengan tangannya, jika
dia tidak mampu, maka dengan lisannya, jika dia tidak mampu, maka dengan
hatinya dan itulah selemah-lemahnya keimanan.”
Berjihad dengan tangan ditujukan
bagi siapa yang mempunyai kemampuan untuk merubah dengan tangannya, sesuai
dengan batas kemampuan yang Allah berikan kepada mereka. Lalu berjihad dengan
lisan , hal ini juga bagi siapa yang punya kemampuan merubah dengan lisannya.
Selanjutnya ,berjihad dengan hati. Yaitu mengingkari kezholiman, bid’ah dan
kemungkaran yang terlihat bila tidak mampu merubahnya dengan tangan atau
lisannya.
C. Hukum Jihad
Firman Allah dalam Al-Qur’an :[13]
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Jihad dalam arti perang melawan
golongan kafir yang ada di negerinya hukumnya fardhu kifayah bagi kaum
muslimin, yang berarti jika sebagian ummat Islam itu telah melaksanakan jihad
maka gugurlah kewajibannya .
فإن دعت الحاجة تأخيره لضعف المسلمين
, أو قلة ما يحتاج إليه من قتالهم من العدة ونحو ذلك من الأعذار جاز تأخيره
“Apabila ada keperluan yang mendorong menunda
jihad karena kelemahan ummat islam atau masih sedikit hal – hal yang diperlukan
untuk perang, seperti menyiapkan alat – alat perang dan sebagainya dari adanya
halangan – halangan maka jihad itu boleh ditunda.”[14]
Dalam keadaan darurat atau udzur
syar’i seperti adanya keadaan ummat Islam yang lemah atau sedikit jumlahnya
sedangkan kelompok kafir di perkirakan jumlahya lebih banyak dan lebih kuat,
atau diperkirakan orang-orang kafir itu akan segera insyaf dan masuk islam,
atau diperkirakan jihad itu menimbulkan kerusakan dan kerugian yang lebih besar
dibanding kemaslahatannya dalam islam, maka jihad yang berarti perang itu boleh
ditunda atau ditangguhkan sampai keadaan darurat itu hilang atau selesai.
Adapun jihad difa’i yaitu
perang menolak musuh dan mempertahankan kalimah Allah itu dijelaskan dalam
Al-Qur’an :[15]
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ
الْمُعْتَدِينَ
“Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.”
Apabila golongan orang kafir itu
telah memasuki daerah Islam dan menyerang ummat Islam, maka hukum jihad menjadi
fardhu ‘ain wajib bagi setiap ummat Islam baik laki-laki maupun perempuan atau
anak-anak, serta wajib ‘ain pula jihad itu atas setiap ummat Islam .
D. Jihad dalam Perspektif Hukum Islam
Jihad merupakan amal kebaikan yang
disyariatkan Allah. Jihad menjadi sebab kokoh dan mulianya umat Islam.
Sebaliknya, jika kaum Muslimin meninggalkan jihad di jalan Allah, maka mereka
akan mendapatkan kehinaan.[16]
Akan tetapi , amal kebaikan ini
harus memenuhi syarat ikhlas dan sesuai dengan syariat Islam. Jihad erat
kaitannya dengan pertumpahan darah, jiwa, dan harta. Sehingga menuntut setiap muslim
untuk ikut berperan aktif dalam jalan yang diridhai oleh Allah ini. Jihad menuntut pelakunya untuk komitmen dengan
ketentuan dan batasan syariat, sesuai dengan hukum al-Qur`an dan Sunnah
Rasulullah, tanpa meninggalkan satu ketentuan pun, agar selamat dari sikap yang
melampaui batas dan jihadnya menjadi jihad syar’i di atas jalan yang lurus, dan
mendapatkan pahala yang besar di akhirat nanti.
Bentuk-bentuk Jihad menurut Islam :
1. Jihad Fisik
Jihad
secara fisik terbagi menjadi dua :
a)
Jihad
thalab atau
jihad hujum (jihad menyerang). Yaitu kaum muslimin yang memulai menyerang
orang-orang kafir setelah memberikan kepada mereka tawaran masuk Islam atau
membayar jizyah (upeti).
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi
wa sallam bersabda :
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا
بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Saya
diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa “Tiada yang
berhak diibadahi selain Allah dan sungguh Muhammad adalah Rasul Allah”,
menegakkan sholat dan mengeluarkan zakat. Apabila mereka telah melakukan hal
tersebut maka terjagalah darah dan harta mereka kecuali dengan Islam dan hisab
mereka disisi Allah.”[17]
Pada waktu Rasulullah berada di Madinah, beliau mengirim
pasukan dan bala tentara untuk menyeru manusia ke dalam Islam, dimana
pengobaran peperangan dibangun di atas hal tersebut .
Dan jihad hujum ini hanya disyari’atkan
bila terpenuhi tiga syarat :[18]
- Dipimipin oleh seorang kepala negara.
- Mempunyai kekuatan yang cukup.
- Kaum muslimin mempunyai wilayah/negara kekuasaan
b)
Jihad mudafa’ah atau jihad daf’iy (jihad membela
atau melindungi diri).
Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa :[19]
“Jika
(saudara-saudara) meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan)
agama, maka kalian wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang
telah ada perjanjian antara kalian dengan mereka.”
Jadi, apabila musuh hendak menyerang
kaum muslimin, maka menghadapi mereka adalah wajib atas orang-orang yang
diserang langsung, dan juga wajib atas orang yang belum diserang untuk membantu
saudara mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :[20]
“Adapun jihad daf’iy,
dia yang paling wajib di antara seluruh bentuk menahan musuh yang membahayakan
kehormatan dan agama, (karena itu) ia adalah wajib menurut kesepakatan (para
ulama). Tidak sesuatu yang lebih wajib setelah keimanan dari menolak musuh
berbahaya yang akan merusak agama dan dunia. Maka tidak disyaratkan syarat
apapun dalam menegakkan (jihad daf’iy) itu bahkan ia membela diri sesuai
kemampuan.”
Dan jihad daf’iy lebih sulit dari
jihad tholab, karena jihad daf’iy mirip dengan bentuk mengusir musuh yang
berbahaya. Karena itu, dibolehkan bagi orang yang dizholimi untuk membela
dirinya .
2. Jihad Perundingan (Diplomasi)
Rasulullah
lebih banyak menyelesaikan persoalan dan tantangan dengan pendekatan
nonmiliteristis yaitu perundingan . Rasulullah selalu mengedepankan cara-cara
damai dan manusiawi. Bentrok fisik selalu menjadi alternatif terakhir. Itu pun
dilakukan sebatas untuk pembelaan diri.[21]
Maka
dari itu jihad secara perundingan itu harus terlebih dahulu dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak. Dahulukan
cara-cara damai salah satunya ialah perundingan untuk menemukan kata mufakat untuk
menurunkan resiko kerusakan diberbagai bidang jika jihad secara perang terjadi.
3. Jihad Finansial (Harta)
Allah berfirman dalam Al-Qur’an :[22]
“Dan berjihadlah kamu dengan harta
dan jiwamu di jalan Allah.”
Diwajibkan untuk berjihad dengan
harta itu umat Islam secara keseluruhan. Dan jihad dengan harta ini hukumnya fardlu 'ain, maka hendaknya kita melaksanakan
kewajiban yang dibebankan kepada kita dan hendaknya kita mengeluarkan harta sebanyak
yang kita yakini sampai dapat disebut telah
melaksanakan kewajiban yang Allah bebankan kepada kita.
Rasulullah juga bersabda:[23]
السَّاعِي فِي الصَّدَقَةِ بِالْحَقِّ كَالْمُجَاهِدِ فيِ سَبِيْلِ اللهِ.
“Orang yang berusaha mengumpulkan zakat dengan cara yang
haq itu laksana mujahid fi sabilillah.”
Jika kita tak memiliki harta yang cukup, maka lebih baik
berzakat atau sedekah . Dan bersedekahlah sesuai dengan kelapangan hati kita,
bukan hanya untuk sekali saja akan tetapi hendaknya kita sisihkan secara rutin
dari penghasilan kita untuk jihad selama jihad itu masih ada dan mujahidin
membutuhkan harta kita.
Jika sedekahpun tak mampu kita
lakukan, maka mengumpulkan dana jihad dari orang-orang kaya, baik dari kaum
wanita, anak-anak, orang-orang khusus dan orang-orang awam. Dan bagi orang yang
tidak dapat mengumpulkan dana, kita dapat memberikan motifasi kepada orang lain
untuk berjihad dengan hartanya, dan menghimbau kaum muslimin agar tidak pelit
jika mereka dimintai dana.
4. Jihad Spiritual (Jiwa)
Allah berfirman :[24]
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
Jihad
dengan jiwa, yang terdiri akal dan hati (iman), manusia diwajibkan
berjihad untuk mencapai rahmat dan berkah-Nya didunia dan akhirat dengan
menggunakan jiwa sesuai petunjuk-Nya. Dengan meyakinkan dalam pikiran kita
bahwasanya hanya Islam agama yang benar dan hanya Allah yang wajib disembah dan
ditaati perintah-Nya.
E.
Jihad
pada Zaman Nabi
1.
Jihad
Secara Dakwah (Damai)
“Kemudian
sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara
terang-terangan. Kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan
terang-terangan & dengan diam-diam.”[25]
Rasulullah saw menyebarkan Islam
bermula kepada isterinya, Khadijah, dan kemudian jiran dan sahabatnya, Abu
Bakar. Jihadnya atau dakwah dilakukan secara penuh hikmah, pertimbang rasa , halus
budi pekerti dan sembunyi-sembunyi karena menyadari bahwa masyarakat Makkah
masih berpegang kuat pada amalan nenek moyang mereka yaitu menyembah berhala
yang banyak terdapat di sekeliling Kaabah. Lalu Rasulullah ingin menjadikan
jihad atau dakwahnya secara terang-terangan dengan sering berdoa agar salah
seorang daripada dua tokoh yang memusuhinya agar memeluk agama Islam, yaitu Abu
Jahal dan Umar Bin Al-Khattab yang memeluk agama Islam dan kemudian membentuk
barisan ‘pertahanan’ yang disegani penduduk Makkah.
“Dan
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan
orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar
beriman.Mereka memperoleh ampunan dan rezki yang mulia”.[26]
Pada tahun ke-13 kenabiannya, atas
nasihat para sahabat dan mendapat
petunjuk dari Allah, maka Rasulullah
memutuskan berhijrah ke Madinah. Karena sudah ada penduduk Madinah yang memeluk
agama Islam dan mereka meminta Nabi SAW bermukim di kota mereka yaitu kaum Anshar.Dalam 10 tahun di Madinah, berlaku
perkembangan Islam yang amat pesat.Oleh itu, hijrah merupakan satu lambang
perubahan paradigma dalam seluruh perjuangan Rasulullah.
Selama
dalam kepemimpinan Nabi Muhammad, konsentrasi utama lebih pada usaha penyebaran
Islam di Madinah dan mempertahankan Madinah dari penyerbuan orang Quraisy
Makkah.[27]
Pada
saat nabi Muhammad tinggal di Madinah , beliau
memfokuskan dakwahnya pada penyebaran Islam diberbagai daerah agar
seluruh bumi menjadi Islam dan dalam
pertahanan agar Madinah aman dari
penyerangan kaum Quraisy yang selalu menginginkan agar umat Islam menderita ,
lalu keluar dari agamanya. Berbagai penyerangan dilakukan diantaranya seperti
perang Badar, Uhud, Mu’tah, Khandaq, Khaibar, Perjanjian Hudaibiyah, Fathu
Makkah, Haji Wada’, dan Perang Tabuk.
2.
Jihad
Secara Perang
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi
(kaum Muslimin), karena sesungguhnya mereka telah dianiayai. Dan sesungguhnya
Allah benar-benar berkuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang diusir
dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar… ”[28]
Dalam konteks ini Rasulullah berperang dalam rangka bela
diri, yaitu umat Islam tidak memprovokasi perang tetapi bertahan menghadapi
musuh. Perang yang dilakukan jika pada keadaaan darurat dimana Umat Islam dianiaya dalam segi fisik, moral
dan daerahnya dijajah maka dari itu umat Islam melakukan pembelaan secara
langsung.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban
bagi setiap Muslim, agar belajar mengenai konsep Islam tentang jihad secara
benar, dan bertanya kepada para ulama pewaris Nabi tentang hal-hal yang belum
di ketahui. Karena pengertian jihad lebih umum dan lebih luas lagi maknanya.
Dan tujuan disyariatkannya jihad adalah untuk menegakkan agama Islam di muka
bumi ini, dan bukan untuk dendam pribadi, atau golongan, sehingga sangat
dibutuhkan pengetahuan tentang konsep Islam dalam jihad, baik secara hukum,
cara berjihad sebagai konsekuensi dari pelaksanaan jihad.
F. Jihad Zaman Sekarang
Pada zaman
sekarang ini, jihad dilakukan bukan dengan perang senjata atau kekerasan akan
tetapi jihad yang lebih mengedepankan nalar berpikir kita secara cerdas.
Cara-cara kultural yang damai yang
sebelumnya mewarnai perjuangan umat, pada sebagian kelompok, tidak lagi menjadi
ciri utama strategi perjuangan umat .Dengan dibukanya kran politik, kekuatan
ummat Islam mulai melihat alternative strategi perjuangan ummat melalui
cara-cara politik.[29]
Dahulu umat Islam lebih banyak menggunakan cara-cara lobi dan
mengandalkan kedekatan dengan pribadi tokoh-tokoh pemimpin di pemerintahan,
pasca reformasi umat Islam lebih banyak menggunakan strategi massa. Berbagai
organisasi ummat islam seakan saling berlomba untuk menunjukkan bahwa
kelompoknya didukung oleh banyak massa.Ada tingkah yang salah kaprah dalam
jihad yang terjadi pada saat ini, organisasi Islam lebih mengutamakan kuantitas
dibandingkan kualitas. Padahal kualitas pribadi sosok-sosok dalam Islam akan
menentukan bagaimana keadaan Islam dimasa mendatang.
Akan tetapi bukan hanya dalam segi politik saja, jihad pada
jalan Allah juga merupakan satu proses
yang berterusan bermula daripada diri, keluarga, masyarakat, negara dan alam
sejagat di dalam semua aspek kehidupan seperti pendidikan, ekonomi, hukum,
politik, dan segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan. Jihad dalam
pendidikan diartikan bahwa mempelajari ilmu ataupun mengajarkan ilmu berarti
telah melakukan perang melawan kebodohan sehingga umat Islam tidak akan kembali
pada zaman jahiliyah.
Jihad dalam segi ekonomi ialah umat Islam harus menggunakan
syariat Islam dalam kegiatan ekonomi
agar terjadinya kesejahteraan dalam kehidupan para muslim lalu umat Islam harus
menunjukkan eksistensinya diantara umat lain bahwasanya Islam memiliki konsep
yang indah dalam berekonomi. Jihad dalam segi hukum yaitu penegakkan keadilan
sesuai aturan Islam dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga terjadinya
stabilitas peraturan yang mempondasi kehidupan.
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.”[30]
Tidak kalah pentingnya jihad dalam segi moral karena kita
diciptakan ke dunia untuk menjadi khalifah atau pemimpin bagi diri kita sendiri
ataupun sebagai sosok yang akan menentukan nasib bumi kedepannya. Sekarang ini
banyak terjadi krisis moral di berbagai kalangan umat Islam , banyak orang yang
beragama Islam akan tetapi tak
menunjukan identitas keislamannya secara menyeluruh dan konsisten. Tugas
seorang khalifahlah untuk menyeru saudara-saudaranya untuk kembali pada ajaran
Allah SWT .Jika kita menjadi khalifah yang melupakan tugas kita di dunia ini
niscaya kita akan dibalas dengan siksaNya yang pedih. Maka dari itu kita
sebagai seorang pemimpin diharuskan melakukan jihad terhadap
kejahatan-kejahatan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dengan semaksimal
mungkin.
BAB III
PENUTUP
Jihad dalam
berbagai kontekstual ternyata banyak mengalami perubahan yang signifikan ,
karena jihad bukan hanya sebatas melakukan peperangan atau kekerasan akan
tetapi banyak cara yang telah Allah berikan untuk kita supaya berperan aktif
dalam konteks ibadah satu ini.
Jihad
dilakukan dalam bentuk damai seperti berdakwah, menuntut ilmu, ikut andil dalam
konferensi perdamaian merupakan jihad yang terkonsep secara indah yang akan meminimalisir
adanya kerugian diantara kedua belah pihak khususnya umat Islam. Akan tetapi
jihad dalam perang harus dilakukan jika keadaan umat Islam telah terdesak,
keadaaan untuk pertahanan umat dan jika
tidak berperang maka akan membuat kehancuran dalam Islam .
Hukum melakukan jihad dapat berubah sesuai
keadaan yang terjadi, apabila dalam keadaan melawan orang-orang kafir jihad
menjadi fardu kifayah akan tetapi apabila golongan orang kafir itu telah memasuki daerah Islam
dan menyerang ummat Islam, maka hukum jihad menjadi fardhu ‘ain. Maka wajib
bagi setiap ummat Islam baik laki-laki maupun perempuan atau anak-anak, serta
setiap ummat Islam yang ada .
Umat Islam merupakan umat terbaik
yang Allah SWT kehendaki, maka dari itu kita harus melakukan yang terbaik juga
untuk Allah SWT. Kita sebagai khalifah di muka bumi jangan berbuat kerusakan
yang akan menyengsarakan manusia di dunia ini , ikut berperan aktif dalam jihad
adalah cara kita untuk menjaga loyalitas kedamaian yang akan membuat bumi
menjadi lebih baik lagi.
Alangkah indahnya, jika konseptual
jihad dipahami secara lebih mendalam, karena fenomena yang terjadi di
tengah-tengah kita terutama di Indonesia, sangatlah memperhatinkan, karena kebanyakan
mereka memandang jihad dengan
setengah-setengah. Oleh karena itu sesuatu yang wajar muncul adanya istilah
fundamentalisme agama. Karena bisa jadi kaum fundamentalisme agama ini memiliki
pandangan hidupnya sendiri, yang lebih condong mendorong terjadinya konflik,
ketimbang perdamaian.
Selalu terdapat perbedaan paham dan pandangan antara sesama
manusia, maka diperlukan adanya toleransi/keterbukaan merupakan sikap yang
harus dianut Umat Islam, mengingat kondisi umat Islam dan masyarakat Indonesia
sangat pluralis.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an terjemahan.
Dr.
Marzuki, M.Ag ,Sejarah Peradaban Islam
Gamal
Al banna. 2006. Jihad. Jakarta: Mata air publishing.
Jindan, Khalid Ibrahium.1998. teori
Pemerintahan Islam Menurut Ibnu Taimiyah.
Suryohadiprojo, Sayidiman. 2008. Pengantar Ilmu Perang.
Syaikh Dr.Abdurrozzaq bin Abdul
Muhsin Al-Abbad, Al-Quthuuful Jiyaad min
Hikami wal Ahkaamil Jihaada.
Wujub at
Ta’awun Baina al Muslimin, al Majmua’ah
al Kaamilah jilid ke 5.
Zainuddin
Fananie dkk.Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial. Surakarta.
Muhammadiyah University Press. 2002
Lampiran
Pertanyaan :
1.
Bagaimana cara melakukan jihad secara damai untuk
kalangan mahasiswa ? (Anggy Desmita)
2.
Bagaimana cara melawan kedzaliman pada zaman
sekarang tapi tidak ketinggalan zaman ? (Ika
Rusniawati)
Jawaban :
1. Mengingat kerusakan akhlak yang
sudah demikian parah dan menyeluruh di
kalangan atas itu, maka jelaslah bahwa suatu gerakan besar-besaran yang
merupakan pembrontakan moral adalah diperlukan sekali untuk memeranginya.
Kalau pembrontakan moral secara besar-besaran ini bisa dilakukan oleh
sebanyak mungkin golongan dalam masyarakat di seluruh negeri termasuk mahasiswa, maka akan merupakan sumbangan besar bagi revolusi (atau jihad) melawan kebathilan yang sudah begitu lama mencengkam di kalangan atas. Pembrontakan moral atau jihad yang harus dilakukan dengan cara-cara beradab dan damai ini, bisa dilancarkan oleh beraneka-ragam organisasi kerakyatan, Ornop atau LSM, organisasi mahasiswa dan pemuda, lewat berbagai cara dan bentuk. Partisipasi kalangan Islam khususnya mahasiswa , contohnya : Lewat pesantren, mengadakan kajian-kajian mengenai Islam dikawasan kampus dan mesjid-mesjid, mencari dan menuntut ilmu, membaca dan menghafal Al- Qur'an, bershodaqoh,dan lain-lain. Dalam gerakan moral besar-besaran ini adalah manifestasi kongkrit dari ajaran agama : amar makruf nahi mungkar (menyuruh dilakukannya perbuatan yang baik dan melarang perbuatan yang jahat). Jihad dalam bentuk yang demikian itu merupakan salah satu di antara berbagai cara kongkrit dalam mengabdi kepada kepentingan ummat yang dapat dilakukan oleh kalangan mahasiswa.
kalangan atas itu, maka jelaslah bahwa suatu gerakan besar-besaran yang
merupakan pembrontakan moral adalah diperlukan sekali untuk memeranginya.
Kalau pembrontakan moral secara besar-besaran ini bisa dilakukan oleh
sebanyak mungkin golongan dalam masyarakat di seluruh negeri termasuk mahasiswa, maka akan merupakan sumbangan besar bagi revolusi (atau jihad) melawan kebathilan yang sudah begitu lama mencengkam di kalangan atas. Pembrontakan moral atau jihad yang harus dilakukan dengan cara-cara beradab dan damai ini, bisa dilancarkan oleh beraneka-ragam organisasi kerakyatan, Ornop atau LSM, organisasi mahasiswa dan pemuda, lewat berbagai cara dan bentuk. Partisipasi kalangan Islam khususnya mahasiswa , contohnya : Lewat pesantren, mengadakan kajian-kajian mengenai Islam dikawasan kampus dan mesjid-mesjid, mencari dan menuntut ilmu, membaca dan menghafal Al- Qur'an, bershodaqoh,dan lain-lain. Dalam gerakan moral besar-besaran ini adalah manifestasi kongkrit dari ajaran agama : amar makruf nahi mungkar (menyuruh dilakukannya perbuatan yang baik dan melarang perbuatan yang jahat). Jihad dalam bentuk yang demikian itu merupakan salah satu di antara berbagai cara kongkrit dalam mengabdi kepada kepentingan ummat yang dapat dilakukan oleh kalangan mahasiswa.
2. Dengan cara pembaharuan dalam Islam yang dapat
pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam
Al-Quran dan Sunnah. Hal ini perlu dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara
yang dikehendaki Al-Quran dengan kenyataan yamg terjadi di masyarakat. Al-Quran
misalnya mendorong umatnya agar menguasai pengetahuan agama dan ilmu
pengetahuan modern serta teknologi secara seimbang; hidup bersatu, rukun, dan
damai sebagai suatu keluarga besar; bersikap dinamis, kreatif, inovatif,
demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, menyukai
kebersihan, dan lain sebagainya
Faktanya, tanpa suatu tradisi intelektual yang mampu
berdialog dengan peradaban modern, negara-negara baru Islam mulai berhadapan
dengan masalah membangun tata kehidupan sebagai realisasi semangat dan pesan
universal Islam. Pengembangan kehidupan sosial muslimpun berhadapan dengan
realitas obyektif yang kurang lebih serupa.
[1]
Gamal Al banna.Jihad.(Nasaruddin
Umar-kata pengantar). Jakarta. Mata air publishing. Hal 120
[2]. Sayidiman Suryohadiprojo,Pengantar
Ilmu Perang, hal 96
[4]. www.wikipediaindonesia.com
[5]. http://idwikipedia.org/wiki
[6]. Khalid Ibrahium Jindan, teori Pemerintahan
Islam Menurut Ibnu Taimiyah, hal 114-117
[7]. Wujub at Ta’awun Baina al Muslimin, al Majmua’ah al Kaamilah jilid ke 5, hal
186
[9]
Ibnu Nashr Al-Marwazy , Ta’zhîm Qadrish Sholât No. 640-641
[10]
QS. Fâthir ayat 6
[12]
Hadits riwayat Muslim No. 49
[13]
Surah At-Taubah ayat 122
[14]
Syeikh Abu Ishak Asy dan Syairozi . Kitab Muhadzdzab II , hal 227
[15]
Al-Baqarah ayat 190
[16]. Syaikh Dr.Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin
Al-Abbad, Al-Quthuuful Jiyaad min Hikami
wal Ahkaamil Jihaada, hal. 23-35
[17]
Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma riwayat
Al-Bukhary No. 25
[20]
Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah, Hal. 532
[21]
Nasaruddin Umar. Koran Republika.co.id
[22]
Q.S At Taubah ayat 41
[23]
H.R Tirmidzi No.645
[24]
QS. Al Hujuraat ayat 15
[25]. Q.S. Nuh, 71
ayat 8-9
[26]. Qs.
Al-An’fal, 8 ayat 74
[27]. Marzuki, Sejarah
Peradaban Islam, Gramedia Pustaka.
hal 138
[28]. Q.S Al Hajj ayat 39-40
[29].Zainuddin
Fananie,dkk.Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial. Surakarta. Muhammadiyah
University Press. hal 50
[30].QS Al-Baqarah ayat 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar